Narasiterkini.com, Meulaboh– Akibat masih diblokirnya akses masuk kampus, mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh, harus menjalani perkuliahan semester genap 2020/2021 dalam kondisi memprihatinkan.
Sejak diberlakukannya kembali perkuliahan tatap muka awal bulan ini, pihak kampus terpaksa menjadikan gedung kampus lama di kawasan Gampa, Kecamatan Johan Pahlawan, sebagai pusat aktivitas perkuliahan. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan ruangan perkuliahan, pihak kampus juga harus meminjam ruang belajar Sekolah Nurul Huda di Jalan Teuku Umar, dengan perlengkapan seadanya.
Kondisi miris yang dialami oleh mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh ini, dikarenakan belum tuntasnya sengketa tanah antara warga dengan pemerintah daerah. Sejatinya, kampus yang berada di kawasan Alue Peunyareng, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat telah memiliki empat gedung permanen dan megah, namun sampai saat ini tidak dapat dimanfaatkan.
Terkait permasalahan tersebut, sejumlah mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, gabungan dari beberapa organisasi mahasiswa, mencoba beraudiensi dengan Bupati Aceh Barat, Ramli MS selaku pimpinan daerah.
Audiensi ini bertujuan untuk menyampaikan keinginan mahasiswa, agar dapat masuk ke kampus, menempati dan memakai gedung untuk proses perkuliahan. Mengingat proses perkuliahan saat ini sudah mulai kembali diberlakukan secara tatap muka atau Luar Jaringan (Luring).
Dalam audiensi yang berlangsung pada Senin, 8 Maret 2021 lalu, Bupati Aceh Barat Ramli MS menyampaikan, pemerintah daerah telah berupaya untuk menyelesaikan persoalan penutupan STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh.
Bahkan kata Ramli MS, Pemda telah melakukan koordinasi sampai dengan ke tingkat aparatur desa di Kecamatan Meureubo, guna membahas permasalahan tersebut.
Bupati menjelaskan, pihaknya juga telah melakukan upaya negosiasi dengan penggugat. Namun pihak penggugat tidak mau, karena mereka berfikir sudah memenangkan perkara berdasarkan dua putusan dari Pengadilan Negeri Meulaboh dan Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Karena segala upaya telah ditempuh, Bupati Ramli mengaku, telah melayangkan laporan kepada Polres Aceh Barat.
“Kami juga telah melayangkan laporan mengenai dugaan pemalsuan dokumen yang dijadikan sebagai barang bukti bahan gugatan,” ujar Ramli.
Surat yang ditanda tangani langsung Bupati Aceh Barat, Ramli MS itu, ditujukan langsung kepada Kapolres Aceh Barat. Surat tersebut merujuk kepada surat dari tokoh masyarakat Kecamatan Meureubo, tanggal 12 Februari 2021, perihal penyampaian dokumen kepemilikan tanah Yayasan Tgk. Dirundeng Meulaboh.
Dalam suratnya itu, Bupati Aceh Barat Ramli MS meminta kepada Kapolres Aceh Barat untuk memfasilitasi penyelesaian laporan tersebut dan menindaklanjutinya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga proses perkuliahan di STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh bisa segera terlaksana.
“Sembari kita menunggu putusan Kasasi dari Mahkamah Agung,” tulis Bupati dalam suratnya itu.
Namun, berdasarkan analisa yang kami lakukan, surat Bupati Aceh Barat, Ramli MS kepada Kapolres Aceh Barat tersebut tidak disebutkan secara jelas langkah yang harus diambil. Kata “memfasilitasi” menurut kami memiliki makna yang sangat politis. Seharusnya Bupati menyebutkan secara jelas permintaan pengamanan, jika memang pemblokiran kampus sudah selayaknya dibuka.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan Konflik sosial, bagian kelima, pasal 33 disebutkan dalam status keadaan konflik skala kabupaten/kota, bupati/wali kota dapat meminta bantuan penggunaan kekuatan Polisi/TNI kepada Pemerintah.
Pada pasal 45 poin a UU tersebut juga menyebutkan, bahwa pembentukan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial untuk menyelesaikan Konflik skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/wali kota.
“Persoalan ini sudah sangat berlarut-larut dan terkesan adanya pembiaran,” ujar Zulfan Marlian, Ketua Umum Lembaga Pers Mahasiswa yang hadir bersama beberapa mahasiswa lainnya saat audiensi dengan Bupati Aceh Barat.
Berdasarkan data yang kami miliki, pada tanggal 17 Februari 2021, Sekretariat Jenderal Kementerian Agama telah menyurati secara khusus Bupati Aceh Barat. Surat dengan nomor 31.02/SJ/B.V/HK.04/II/2021 itu, secara khusus meminta Bupati Aceh Barat untuk membantu menghilangkan palang atas jalan masuk STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh.
Surat yang ditantangani Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Nizar, M.Ag itu juga dilayangkan sebagai tembusan kepada Menteri Agama RI, Gubernur Aceh, KPK, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kepala Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung, Kapolda Aceh, Kejaksaan Tinggi Aceh, Inspektur Jenderal, Kapolres Aceh Barat, Kejaksaan Negeri Aceh Barat, Kepala Biro Keuangan dan BMN, Kepala Biro Perencanaan dan Kaplosek Meureubo Aceh Barat.
“Namun sampai saat ini belum ada tindaklanjut, kami menjumpai Bupati sekaligus menanyakan perihal surat tersebut,” kata Marlian.
Setelah beraudiensi dengan Bupati Aceh Barat, Ramli MS, pada Selasa, 8 Maret 2021, tujuh perwakilan mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh melanjutkan pertemuan dengan Kapolres Aceh Barat. Namun sayangnya, Kapolres tidak ditempat. Akhirnya mahasiswa diterima oleh Kasat Reskrim, AKP Parmohonan Harahap.
Dalam pertemuan tersebut, Kasat Reskrim membenarkan telah menerima surat yang dikrimkan oleh Bupati Aceh Barat, terkait pemalangan akses masuk kampus STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh yang berada di Alue Penyareng.
Namun pihak Polres tetap menjalankan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku dan menunggu keputusan dari pengadilan.
Pihak Polres meminta kepada Pemda Aceh Barat untuk membentuk tim mediasi antara pihak penggugat dan pihak tergugat, guna untuk mencari solusi mengenai perkara tersebut.
Tak puas dengan jawaban Bupati dan pihak Polres Aceh Barat, perwakilan mahasiswa mencoba mengadukan ke Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten (DPRK), pada Rabu,10 Maret 2021. Di sana kami diterima langsung oleh Ketua DPRK Aceh Barat, Samsi Barmi.
Pada pertemuan tersebut, Ketua DPRK Aceh Barat menyampaikan, dalam waktu dekat pihaknya akan segera memanggil para pihak untuk duduk bersama.
Terkait dengan persoalan tersebut, kami dari mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh meminta kepada Pemerintah Daerah Aceh Barat, beserta seluruh unsur terkait, untuk segera membuka pemalangan pintu masuk ke kampus, agar mahasiswa dapat melakukan aktivitas proses belajar mengajar.
Pertemuan yang kami lakukan dengan para pihak tersebut merupakan bentuk penyampaian aspirasi kami selaku generasi bangsa, yang selama ini telah banyak dirugikan dalam mendapatkan akses pendidikan. Sekaligus untuk mengetuk hati para pemimpin dan pemangku jabatan di negeri ini. (Rils)
Discussion about this post