Narasiterkini.com, Meulaboh – Pemerintah Kabupaten Aceh Barat melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) terus berupaya memberikan solusi dalam hal penanganan banjir di kawasan kota Meulaboh.
Oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten Aceh Barat terus mematangkan rencana pembangunan kolam retensi di kawasan Suak Ribe, Desa Kuta Padang, Kecamatan Johan Pahlawan, sebagai langkah strategis dalam mengatasi persoalan banjir yang kerap melanda Kota Meulaboh.
Selain berfungsi sebagai penampung air dan pengendali banjir, kawasan ini juga dirancang menjadi destinasi wisata air yang terintegrasi dengan Wisata Eko Pancasila.
Kadis PUPR Aceh Barat, Dr. Ir. Kurdi, menjelaskan bahwa pembangunan kolam retensi tersebut merupakan tindak lanjut langsung dari kunjungan Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air Kementerian PUPR ke Meulaboh dua pekan lalu saat terjadi banjir di beberapa titik wilayah kota.
“Kolam retensi ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan Dirjen Sumber Daya Air dan Kementerian PUPR saat banjir kota dua pekan lalu. Pemerintah pusat menunjukkan perhatian serius terhadap penanganan banjir di Aceh Barat,” kata Kurdi, Minggu (9/11/2025).
Menurut Kurdi, banjir di Meulaboh selama ini terjadi akibat luapan air dari sungai-sungai kecil di kawasan perkotaan yang tidak mampu menampung debit air saat hujan deras. Dengan adanya kolam retensi, air hujan dapat ditampung sementara sebelum dialirkan ke laut, sehingga genangan di pusat kota dapat berkurang secara signifikan.
“Kolam retensi ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang untuk pengendalian banjir di Meulaboh. Selain sebagai wadah tampungan air, kawasan tersebut juga akan dikembangkan menjadi ruang publik dan wisata air yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Untuk memastikan desain dan konstruksi yang tepat, Kurdi bersama Bupati Aceh Barat dan tim teknis telah melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah yang sudah lebih dulu menerapkan sistem kolam retensi modern.
“Minggu kemarin kami bersama tim Pak Bupati berkunjung ke Yogyakarta untuk melihat desain ideal jeti dan kolam retensi. Insyallah dalam waktu dekat kami akan berada di Solo untuk melihat desain teknik di Balai Teknik Sungai. Minggu depan, tanggal 23, kami akan ke Buleleng, Bali, untuk membahas desain kolam retensi yang berdekatan dengan pantai,” jelasnya.
Ia menambahkan, studi banding tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang desain kolam retensi yang efisien, estetis, dan sesuai karakter geografis Aceh Barat yang memiliki kombinasi ekosistem sungai dan pesisir.
“Kalau di Jogja, anggarannya mencapai Rp800 miliar. Mudah-mudahan tahun depan, setelah desain kita selesai, pembangunan kolam retensi di Aceh Barat bisa segera dimulai,” harap Kurdi.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa kolam retensi di Aceh Barat direncanakan memiliki luas sekitar 4 hektare, dengan sistem long storage yang membentang dari kawasan Suak Ribe hingga Lueng Aye, tepat di belakang Tugu Teuku Umar. Kawasan ini nantinya akan ditata secara terpadu agar memiliki fungsi ganda sebagai infrastruktur pengendali banjir dan pusat rekreasi baru bagi warga.
“Nantinya kawasan itu akan ditata, menjadi tempat wisata air yang terintegrasi dengan wisata Eko Pancasila. Jadi, selain berfungsi sebagai pengendali banjir, kolam retensi ini juga akan menjadi magnet ekonomi baru bagi masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Pemerintah daerah juga memastikan bahwa seluruh proses perencanaan dilakukan secara terukur dan melibatkan Balai Wilayah Sungai (BWS) serta Balai Teknik Pantai, agar aspek lingkungan, hidrologi, dan sosial-ekonomi dapat diperhitungkan dengan baik.
“Kami masih didampingi pihak Balai Wilayah Sungai dalam penyusunan desain teknis hingga bulan April 2026. Setelah itu, kita menargetkan pembangunan fisik bisa dimulai pada tahun yang sama,” ujarnya optimistis.
Pembangunan kolam retensi ini juga sejalan dengan kebijakan nasional dalam meningkatkan ketahanan daerah terhadap bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan genangan, yang kerap terjadi akibat perubahan iklim dan peningkatan intensitas curah hujan.
Kurdi menegaskan, proyek ini bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga simbol keseriusan Pemerintah Aceh Barat dalam mewujudkan tata kota yang lebih aman, asri, dan berdaya ekonomi.
“Harapan kita, pada 2026 sudah bisa mulai dibangun, minimal kolam retensinya. Ini langkah besar untuk masa depan Meulaboh yang lebih tangguh terhadap banjir dan lebih maju dari sisi tata ruang serta pariwisata,” tutupnya.(*)

