Narasiterkini.com, Blangpidie – Uluran tangan atau bantuan dari para dermawan maupun pemerintah, itu lah satu-satu nya harapan Suryadi (58) warga Gampong Kuta Tuha Kacamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
Berharap belas kasihan dari pemangku kebijakan dan dermawan yang memiliki kemampuan finansial, Suryadi bukan tanpa sebab, sejak putra ketiga nya terbaring lemas akibat kecelakaan sejak Juli 2019 lalu di salah satu doorsmeer di kacamatan Blangpidie, hingga kini ia tidak memiliki waktu mencari lagi nafkah karena harus mengurus anaknya yang sedang sakit.
Kisah pilu Suryadi memang tidak diketahui publik selama ini, putra nya yang bernama Tarmizi (18) itu mengalami kecelakaan jatuh dari ketinggian di doorsmeer tempat anaknya bekerja, ia terjatuh dalam posisi terduduk dan tertancap gagang sapu berbahan aluminium ke anus hingga menusuk ke usus Tarmizi.
Suryadi, ayah korban kecelakaan tersebut langsung melarikan putra nya ke rumah sakit terdekat, namun karena butuh penangangan yang intensif Tarmizi terpaksa di rujuk ke salah satu rumah sakit yang ada di Banda Aceh kala itu. Dengan bermodal kartu BPJS, Tarmizi selalu rutin dibawa oleh ayahnya check up ke dokter.
Akibat keterbatasan biaya kebutuhan pendampingan, Tarmizi terpaksa menunda balik melakukan check up ke Banda Aceh, sedangkan ususnya yang telah di operasi tersebut harus dalam pengawasan dokter, sehingga kini usus Tarmizi mulai terinspeksi, tubuh nya pun semakin kurus.
Suryadi yang tergolong keluarga kurang mampu ini, sehari-hari hanya bekerja serabutan, disamping mencari kebutuhan makan keluarga, ia juga harus menjadi seorang ibu yang mengurus anak-anak nya yang masih remaja itu, sebab, sekitar lima tahun silam istri Suryadi menghadap sang Maha Pencipta.
Atas kondisi anaknya itu, pada Kamis 15 Oktober 2020 ia mengaku, ekonomi Suryadi pun semakin morat maret. Suryadi yang sudah menduda sejak 2015 ini terpaksa tidak bisa lagi bekerja serabutan, karena harus mengurusin putranya.
“Total tidak bisa lagi bekerja, karena tidak ada yang ngurusin. Mamaknya telah meninggal 5 tahun yang lalu,” ungkapnya.
Untuk biaya hidup sehari-hari Suryadi mengaku hanya mengandalkan bantuan dari tetangga dan relawan. Ia merasa cukup kesulitan, terlebih untuk biaya pengobatan dan pembelian kantung kolostomi.
Ironisnya lagi, karena tidak mampu membeli kantung kolostomi untuk pembuangan kotoran anaknya, Suryadi terpaksa harus mendesain kantung plastik biasa menjadi kantung kolostomi.
“Maka dari itu atas kondisi ini, saya berharap adanya uluran tangan dari Pemerintah, membantu pengobatan anak saya. Dalam setiap shalat saya berdoa agar putra saya diberikan kesembuhan seperti semula. Karena bagaimana pun dia ini anak laki-laki, harus bisa bekerja untuk persiapan masa depannya. Hidup normal sama dengan orang lain,” tandas Suryadi. (Taufik)
Discussion about this post