Narasiterkini.com, Meulaboh – peristiwa pencemaran debu yang diduga dari aktivitas perusahaan PT Mifa Bersaudara di wilayah Desa Peunaga Cut Ujong, Kecamatan Meureubo, masih menjadi histeris pasalnya pada saat mediasi antara masyarakat yang berdampak dengan petinggi perusahaan terkait di ruang rapat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Barat tidak ada titik temu.
Dalam pertemuan tersebut antara masyarakat Desa Peunaga Cut Ujong dengan delapan petinggi PT Mifa Bersaudara di ruang rapat DPRK pada Senin (30/9/2024) kemarin tidak sesuai seperti keinginan warga lantaran tuntutan kompensasi dalam jumlah Rp, 1.000.000 per Kartu Keluarga tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan PT Mifa Bersaudara.
Petinggi PT Mifa Bersaudara di ruang rapat menyampaikan bahwa dampak debu yang diduga telah mencemari lingkungan Desa Peunaga Cut Ujong terlebih dulu dilakukan cek dahulu kepemilikannya, lantaran di wilayah tersebut bukan hanya PT Mifa Bersaudara saja yang beroperasi tetapi masih ada perusahaan lainnya.
Pernyataan tersebut dibantah oleh salah satu warga di ruang rapat itu, ia mengatakan bahwa jika secara logika debu yang mencemari wilayah mereka akan dilakukan cek gimana caranya mengetahui kepemilikannya lantaran debu tersebut tidak berlebel, bahkan yang masuk dalam paru-paru anak kecil yang sudah terjangkit Ispa sekarang ini bagaimana caranya untuk mengetahui hal tersebut.
“Menurut saya ini pernyataan aneh secara cek DNA menurut logika saya itu tidak akan ada hasilnya bahkan yang saya tahu pemerintah daerah atau provinsi tidak ada alat yang efektif untuk dapat mengecek debu tersebut untuk membuktikan kebenaran kepemilikannya,”ujar salah satu warga di ruang rapat itu sembari disahuti oleh puluhan warga yang hadir “Huuuuu”
Menanggapi hal tersebut Wakil ketua DPRK sementara Azwir juga selaku pimpinan mediasi mengatakan, jika tuntutan kompensasi yang diharapkan dari perusahaan PT Mifa Bersaudara untuk warga Peunaga Cut Ujong di penuhi tetapi harus dilakukan kajian atau cek kepemilikannya, maka perusahaan harus stop beroperasi atau produksi dulu sebelum ada hasilnya.
“Bagaimana bapak-bapak apa bisa kita stop dulu produksinya sebelum ada hasil cek kepemilikan debu itu apa milik Mifa atau PLTU nanti ada nilai min plesnya, jadi kami disini pusing juga bagaimana cara mengeceknya, dan saya juga menanyakan kepada DLHK apa bapak bisa mengeceknya ia pun menggeleng kepala,”ujar Azwir
Dalam mediasi tersebut Azwir juga menjelaskan bahwa pihak PT MIFA Bersaudara hanya menjawab mampu atau tidak membayar Kompensasi karena kalau dilakukan pengecekan kepemilikan debu itu sangat rumit dikarenakan debu itu semuanya hitam tidak ada yang putih.
Mendengar saling lempar pertanyaan tersebut warga yang berkerumunan berdiri di sebelah meja rapat itu sejak pukul 10.30 WIB hingga pukul 16.00 WIB meneriaki sambil menghentakkan kaki ke lantai “hanya 1 juta kompensasi di minta warga banyak sekali lika-likunya perusahaan ini,”jika dibandingkan dengan kesehatan kami sekarang ini uang itu tidak sebanding tetapi masyarakat masih mengambil sikap baik terhadap perusahaan.
“Ini contohnya adik saya sampai sekarang sesak dan batuk belum sembuh-sembuh pakai hati pak belum lagi banyak anak bocah yang masih bayi sudah terjangkit penyakit ISPA sakit hati saya kalau dengar pernyataan bapak seperti itu dari tadi berbelit-belit,”ujar warga itu sembari menangis meneriaki petinggi Mifa.
Usai direndam oleh warga lainnya suasana media kembali hangat sementara Anggota DPRK Ahmad Yani menjelaskan, bahwa dari awal sebelum mulainya mediasi menanyakan apapun hasil rapat harus ada keputusan dari perusahaan untuk warga yang kongkrit.
“Jika seperti ini terus maka akan rumit permasalahan ini, kita selaku penyelenggara daerah sudah menawarkan opsi di depan masyarakat dan petinggi Mifa mereka hanya menjawab mampu atau tidak masyarakat tidak mau mengulurkan waktu lagi, kita meminta pihak perusahaan bisa menampung kompensasi seperti yang diharapkan warga,”ujarnya
Iya menambahkan bahwa jika perusahaan bersangkutan mengajak mitigasi dulu debu itu milik siapa maka permasalahan tersebut akan sangat rumit, boleh dilakukan tapi ini butuh waktu 2 atau 3bulan jika ini mengharuskan maka pihak DPRK nantinya akan meminta bantu kepada pemerintah daerah.
“Dari awal pihak DPRK sudah menanyakan kepada petinggi perusahaan PT Mifa Bersaudara apapun nanti keputusan apakah ada yang berani mengambil sikap, siap di bilang,”tambahnya.
Secara terpisah saat media ini mewawancarai Ahmad Yani menjelaskan bahwa perwakilan perusahaan Mifa Bersaudara yang hadir pada mediasi di DPRK bungkam dan tidak dapat memberikan ketegasan saat ditanya terkait pemberian kompensasi kesehatan kepada masyarakat Desa Peunaga Cot Ujong.
“Jadi kami selaku lembaga di tingkat kabupaten sudah mencoba untuk melakukan mediasi dan tidak ada titik temu. Itu semua kembali pada masyarakat, mungkin mereka akan melakukan sikap mereka sendiri untuk menuntut hak mereka,” ucapnya.
Akan tetapi sebut Ahmad Yani, pihaknya tidak akan melepas tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat. Dimana pihaknya akan mendukung masyarakat untuk mendapatkan kompensasi yang merupakan hak masyarakat akibat dampak dari pencemaran udara oleh debu batubara.
“Kami tidak akan lepas tanggungjawab bahwa hal – hal yang menyangkut hak masyarakat itu tetap akan kami perjuangkan, mungkin akan kami bicarakan ini ke provinsi bahkan tidak menutup kemungkinan akan kita bicarakan ke pusat,” katanya.
Sementara itu, perwakilan pimpinan PT. Mifa Bersaudara, Seprizki Prayuda, yang hadir pada saat RDP di DPRK mengatakan pihaknya belum bisa memberikan biaya kompensasi kepada warga Desa Peunaga Cot Ujong, lantaran belum adanya pemeriksaan lebih lanjut terkait pencemaran udara yang diduga oleh debu batubara.
Discussion about this post