Narasiterkini.com, Meulaboh – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh mendesak PT. Benih Tamiang (BETAMI) untuk mengembalikan lahan warga Gampong Batu Jaya, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat.
Penyerobotan lahan warga oleh perusahaan perkebunan tersebut merupakan kegiatan melanggar hukum yang harus segera dihentikan dan dikembalikan kepada warga,”kata direktur Eksekutif Aceh WALHI Ahmad Shalihin kepada media pada, Selasa (22/3/2022).
Ia menambah, karena Gampong Batu Jaya sudah memiliki peta digitasi dan sketsa lahan yang sah berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No.1/HP/PHDT/DA/1986, Surat Keputusan Gubernur No.9/HP/PHDT/DA/1986 dan Salinan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Daerah Istimewa Aceh No.3/HM/PHDT/BPN/1986.
Berdasarkan data di WALHI Aceh, PT. BETAMI memiliki sertifikat HGU No 77/HGU/BPN/1999 dengan luas 5.044,56 hektar untuk komoditas kelapa sawit di Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat. Merujuk pada data tersebut, secara riwayat kepemilikan lahan, jauh hari sebelum PT. BETAMI mendapatkan izin HGU, terlebih dahulu Gampong Batu Jaya mendapatkan legalitas dari Gubernur dan BPN Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Pada tahun 2010 perwakilan warga telah menyurati PT. BETAMI untuk menghentikan segala aktifitas pada lahan yang bukan miliknya. Kemudian pada tahun yang sama, Camat Kaway XVI juga menyurati perusahaan untuk menghentikan segala aktifitas penanaman kelapa sawit yang memasuki kawasan Gampong Batu Jaya.
Namun, pihak perusahaan PT. BETAMI tidak menindaklanjutinya justru terus melakukan ekspansi yang sampai saat ini telah mencapai 75 hektar lebih. Masing-masing surat tersebut juga ditembuskan kepada Kepala BPN Kabupaten Aceh Barat, Muspika Kaway XVI, Imum Mukim, dan Geuchik Batu Jaya.
“PT. BETAMI harus segera menghentikan ekspansinya pada lahan warga, karena selain melanggar hukum juga telah merampas dan menghilangkan wilayah kelola rakyat di Gampong Batu Jaya. Selain mengembalikan lahan, perusahaan juga harus menggantikan kerugian warga atas lahan yang dikuasai, karena dalam rentan waktu tersebut telah menghambat dan membatasi kegiatan perekonomian warga setempat,” ucapnya.
WALHI Aceh mendapatkan informasi bahwa hari ini (22/3/2022,) Pemkab Aceh Barat menyelenggarakan pertemuan antara masyarakat, perusahaan, dan unsur pemerintah setempat guna penyelesaian konflik tersebut. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari surat PT. BETAMI yang dikirimkan pada 24 Februari 2022.
Seharusnya, kegiatan seperti ini dibuat jauh hari sebelum ekspansi perusahaan terhadap lahan warga meluas, terlebih kasus ini telah mencuat pada tahun 2010. Kenapa mesti menunggu surat dari perusahaan dulu, apa laporan masyarakat tidak cukup untuk menindaklanjuti persoalan di lapangan.
Pemkab Aceh Barat seharusnya juga ikut mendesak PT. BETAMI untuk menghentikan ekspansi dan mengembalikan lahan warga yang telah digarapnya. Jika tidak, Pemkab Aceh Barat harus berani memberikan sanksi dalam bentuk pembekuan izin dan meminta kepada lembaga penegak hukum untuk memproses dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. BETAMA terkait penyerobotan lahan warga diluar areal HGU mereka.
“Apalagi berdasarkan laporan warga, perusahaan ini tidak memiliki dokumen AMDAL, menjadi hal yang janggal jika perusahaan ini bisa beroparasi sedemikian lama tanpa kelengkapan dokumen izin lingkungan,” tandasnya. (Dani)
Discussion about this post